Rabu, 18 Mei 2011

FF/Chapter/Last Chapter/My Ice Girl

Diposting oleh thata eunsun di 17.09
Title : My Ice Girl
Part : 4
Genre : Romance
Author : Me
Cast :
~ Kim Hyunsun a.k.a me
~ Nathan Kim a.k.a Kim Ryeowook SuJu
~ Spencer Lee a.k.a Lee Hyukjae a.k.a Eunhyuk SuJu
~ Aiden Lee a.k.a Lee Donghae SuJu
~ Faith Lee a.k.a CL 2ne1
~ Jeremy Kim a.k.a Kim Jongwoon a.k.a Yesung SuJu

++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++

Mian ya, postingnya lama, coz author mulai sekarang jadi super sibuk karena masuk skulnya ituh siang… Kalo pagi garap tugas yang seabreg… Emang nggak begitu enak masuk SMK itu, hehehe… oia author saranan kalau baca ini FF, sambil dengerin lagu Marry U – Super Junor sama Katy Perry yang Thinking of You… Okelah, langsung ajah ya… Ini dia, cekidot…
Happy reading… ^^

>>>

“Satu bulan. Hmmpfht, mian oppa, karena aku kau jadi begini,” katanya tetap memelukku. Aku hanya tersenyum kecil melihatnya. Hatiku terasa perih melihat tangisnya.



“Gwaenchana, itu semua bukan salahmu,” kataku mencoba menenangkannya. Ia berhenti menangis. Menatapku lekat-lekat. Ia mendekatkan wajahnya ke wajahku. Ia menghentikan gerakannya setelah wajah kami berjarak 5 cm dan mencoba tersenyum.

“Kau kan masih pakai masker oksigen,” katanya. Aku tersenyum dan memegang tangannya. “Cepat sembuh oppa, aku tunggu kau di drama itu,” katanya. Aku merasa senang karena ia mulai berubah.

>>>

Setelah dua bulan berada di rumah sakit, akhirnya aku diperbolehkan pulang oleh pihak rumah sakit. Hari ini Jeremy dan Aiden datang ke rumah sakit untuk membantuku pulang.

“Ya Nathan-a! kau nggak boleh terlalu lelah,” kata Jeremy. Aku mengangguk. “Nanti kalau latihan kau tinggal menyesuaikan saja, oke? Dramanya akan dimulai sepuluh hari lagi,” kata Jeremy. Aku mengangguk.

“Hmm, kau nggak bersama Ice Girl?” tanyaku. Mereka menggeleng.

“Aniyo. Ia sedang berlatih bersama Faith. Tenanglah, kau akan ketemu dia kok besok,” kata Aiden. Aku tersemyum tipis.

“Ne, arraso,” kataku pelan sambil memandang foto Spencer. Aku memang punya foto Spencer dan aku sudah tahu semua cerita tentang Spencer dan Hyunsun meski dari Faith. “Spencer ijinkan aku membahagiakannya,” kataku pelan. Aiden menepuk bahuku pelan.

“Tentu Spencer akan mengijinkanmu,” kata Aiden. Aku hanya mengangguk kecil sambil tersenyum.

“Ne. Aku akan bahagiakan Hyunsun,” kataku. Entah mengapa tiba-tiba kepalaku sedikit pusing dan nafasku terasa sesak. Secara reflex aku langsung duduk.

>>>

“Yap semua sudah siap!!!!” kata Faith senang melihat latihan yang berhasil itu. Aku sendiri juga senang karena dalam waktu dua jam saja aku sudah bisa menyesuaikan diri dengan mereka.

“Ne, chukkae,” kata Hyunsun sambil tersenyum manis.

“Hmm, aku ingin bicara denganmu Hyunsun-a,” kataku sambil menariknya keluar. Tampak jelas kalau Jeremy, Aiden, dan Faith menggodaku.

“Kau mau bicara apa?” tanya Hyunsun dengan wajahnya yang merah merona. Sepertinya ia sudah sedikit berubah dari yang biasanya pucat jadi ada warnanya, hehehe.

“Kau dulu kekasih Spencer ya?” tanyaku sambil menyuruhnya duduk di sampingku. Ia terkejut. Aku menatapnya lekat. Tampaknya matanya akan hujan lagi.

“Ne, kau teman satu kelompoknya kan?” tanyanya dengan wajah super sendu. Jujur aku tak sanggup melihatnya menangis. Aku menyentuh kelopak matanya dan memejamkan matanya.

“Uljima,” kataku sambil terus menahan kelopak matanya agar tak terbuka. Aku mendekatkan wajahku padanya dan setelah dekat, chu~! Aku cium pipinya.

“Nathan-a, kau mirip dengannya,” katanya sambil meneteskan air matanya meski matanya sudah kututup.

“Aku memang mirip dengannya. Tapi aku harap kau tak memiripkanku dengannya. Karena aku adalah aku, dan dia adalah dia,” kataku lalu memeluknya. Kubiarkan ia menangis dalam pelukanku. Aku merasakan bajuku sedikit basah karena air matanya. Tapi aku tak peduli.

“Oppa, aku harap kau bukan ia,” katanya. Aku menatapnya. “Aku harap kau tetap kau yang bisa menjadi malaikatku,” katanya. Aku tersenyum kecil dan mempererat pelukanku padanya.

“Ne, aku akan tetap jadi aku,” kataku mencium kepalanya. Ia tampaknya lelah hingga tertidur di pelukanku.

>>>

“Ottoke?” tanya Faith begitu melihat kehadiranku.

“Ya, nggak gimana-gimana,” kataku cuek. Jeremy hanya tertawa bersama Aiden. Aku sedikit heran.

“Kau ditolak?” tanya Aiden dengan wajah super duper polos. Aku membelalak kaget. Jiah, pasti salah paham.

“Kau pikir aku nembak dia? Ya nggaklah,” kataku sambil tertawa. Aiden dan Jeremy melongo.

“Lho? Terus tadi itu ngapain?” tanya Jeremy yang masih penasaran.

“Aku hanya mengajaknya ngobrol biasa,” jawabku sambil mengambil tasku yang tergeletak di lantai. “Aku duluan ya, mau nganter Hyunsun pulang,” kataku.

“Ne, chosimhae,” kata Faith lalu menggandeng Aiden. Sedang Jeremy, aku nggak tahu lagi deh. Mungkin ia betah jadi jomblo, hehehe.

>>>

“Kau sudah menunggun lama ya?” tanyaku saat melihat Hyunsun yang berada di dalam mobilku sedang memainkan kalungnya. Pasti dari Spencer, pikirku.

“Ani. Hmmm, kau mau tidak mengantarku ke makam Spencer?” tanyanya. Aku mengangguk saja. Lalu segera kuarahkan mobilku menuju makam Spencer. Sesampainya di sana, ia langsung berlutut sambil menaruh seikat bunga di makamnya.

“Spencer Lee, aku datang lagi kesini? Apa kabarmu? Pasti baik-baik saja. Apa kau masih ingat aku?” kata Hyunsun sambil menahan air matanya agar tidak tumpah. “kau tahu, aku sangat rindu padamu.”

“Kau juga tahu, kalau aku ingin melihat senyummu lagi? Aku sangat suka saat kau tertawa menampakkan gusi merahmu. Sangat lucu. Tapi aku yakin kau pasti tersenyum senang di alam sana,” katanya sambil menangis. Jebol juga pertahanannya. Aku baru sadar kalau Hyunsun adalah tipe yeoja setia yang kalau sudah mencintai seseorang, ia akan tetap mencintainya sampai ia mati.

“Sudahlah Hyunsun-a, kau jangan menagis terus. Kalau kau menangis terus, Spencer akan sedih sekali,” kataku menenangkannya.

“Ne, tapi aku ingin bersamanya,” katanya sambil menatapku penuh arti. “Aku tahu ia pasti bahagia di sana. Ia tak mungkin sedih.”

“Tapi ia akan menangis kalau kau menangis,” kataku sambil membelai rambutnya. Ia menghambur padaku. Aku memeluknya. “Sssttt, tenanglah. Ayo kita pulang,” kataku sambil menariknya lembut dan masuk ke dalam mobil.

Sepanjang perjalanan ia hanya melamun dan tiba-tiba saja menatapku tajam. Aku jadi salah tingkah dibuatnya. “Ada apa?” tanyaku gugup.

“Kau ini imut juga,” katanya datar. Aku serasa terbang dipuji begitu. “Hmm, jangan lupa ya, dua hari lagi, kau harus sehat,” katanya lagi.

“Ne, aku nggak mungkin pingsan di panggung,” kataku sambil tertawa. Ia juga tertawa. Baru kali ini aku bisa melihatnya tertawa. Ia benar-benar seperti anak kecil.

“Baiklah, aku turun ya. Chosimhae,” katanya lalu turun dari mobilku. Aku menahannya.

“Berapa ruanganmu?” tanyaku.

“Lantai 12 nomor 14,” katanya lalu berlalu begitu saja. Aku menatapnya. Mungkin aku akan bermain ke aparteennya kalau sempat.

>>>

-London, December 15th 2010 at 18.00-

Hari ini adalah hari pementasan kami. Aku sangat gugup dibuatnya. Faith tampak sangat cantik dalam gaun hijaunya. Tampak ia sedang membawa gaun ungu yang sangat cantik. Ungu adalah warna favoritku. Jadi aku berharap yang pakai gaun ungu itu adalah yeoja yang cantik.

“Ya Nathan-a! kau tampak sangat tampan!” kata Aiden yang memakai pakaian merah ala kerajaan zaman dulu. Aku sendiri hanya mengenakan pakaina serba putih.

“Ne gomawo. Kau juga,” kataku sambil bengong. Yap, mataku menagkap sosok Hyunsun dalam gaun ungu yang dibawa Faith tadi. Ia tampak sangat mempesona. Apalagi rambutnya digelung dan beberapa helai rambutnya dibiarkan menjuntai begitu saja. Tampak cantik.

“Hmm, dia cantik ya,” kata Aiden membuyarkan semua pikiranku.

“Ne, sangat,” kataku sambil terus menatapnya. Tak lama acarapun dimulai. Saat waktuku bernyanyi untuk melamarnya, ia tampak sangat senang. Tapi jujur saja, aku memang menyanyi untuk melamarnya sungguhan.

Love oh baby my girl
Geudaen naui juhnbu nunbushige areumdawoon
Naui shinbu shini jushin suhnmul
Haengbokhangayo geudaeui ggaman nunesuh nunmuri heureujyo
Ggaman muhri pappuri dwel ddaeggajido
Naui sarang naui geudae saranghal guhseul na maengsehalgeyo
Geudaereul saranghandaneun mal pyuhngsaeng maeil haejugo shipuh
Would you marry me? Nuhl saranghago akkimyuh saragago shipuh


Ia tersenyum dan mengangguk, Meski hanya drama, aku senang sekali. Aku yakin ia pasti akan menerimaku. Namun entah mengapa setelah aku menyanyi kepalaku terasa pusing dan nafasku sesak. Semua langsung gelap.

>>>

~Nathan POV end~

~Hyunsun POV~

“Oppa bangunlah!!!” kataku sedikit panic. Semua orang pasti mengira ini hanya acting, tapi sesungguhnya ia pingsan sungguhan! Aku bingung. Dan mau tidak mau, akhirnya semua scenario cerita berubah secara mendadak. Meski begitu ternyata banyak orang yang puas dengan ini semua.

Pikiranku kalut saat drama selesai dan segera aku, Faith, dan Aiden menyusul Nathan. Tampak ia terbaring begitu lemah di kasur. Kata dokter, paru-parunya terluka lagi dan akhirnya ia tak sadarkan diri. Tuhan, aku mohon jangan ambil dia…

Aku nggak mau kalau orang yang kusayangi kembali kehilangan nyawanya. Aku sangat takut kalau ia pergi. Ia adalah orang yang paling kusayang. Sudah cukup Spencer yang diambil.

“Ya, siapa di sini yang bernama Hyunsun?” tanya dokter saat ia keluar dari ruangan Nathan. Aku segera berdiri dan menghampirinya. Jantungku mulai berdetak tak karuan.

“Waeyo?” tanyaku dengan pikiran yang melayang-layang. Aku takut sekali dengan semua kenyataan yang akan menimpaku.

“Kau dicari Nathan di dalam,” kata dokter dengan senyum tipis yang membuatku semakin takut. Perlahan aku melangkahkan kakiku ke ruangan yang penuh dengan warna putih itu dan menghampiri Nathan yang terbaring lemah.

“Hyunsun-a? Kaukah itu?” tanya Nathan dengan nafas yang sedikit tersengal dan suara yang lirih. Sepertinya dokter memasangkan selang oksigen *mian author nggak tahu namanya* di hidungnya.

“Ne, ini aku. Waeyo Nathan-a?” tanyaku sambil menggenggam tangannya.

“Kau jangan menangis lagi. Jal jinaepida,” katanya dengan suara cemprengnya. Suara yang selama ini mempesonakan diriku. Suara yang selama ini sebenarnya membuatku jatuh cinta padanya.

“Ani Nathan-a. Kau ini sakit,” kataku sambil tetap menggenggam jemarinya yang panjang dan menaruhnya di dadaku. Saat itu juga air mataku tumpah. Ia berusaha menghapus air mataku dan memberiku sebuah kalung perak yang lucu yang rupanya sudah ia gengga sejak tadi.. Aku menerimanya dan memakainya.

“Uljima, my Ice Girl,” katanya sambil tersenyum manis. Senyum yang sangat kurindukan. Senyum yang selama ini menghangatkanku. Senyum yang selama ini menghiasi hari-hariku meski aku sering tak mempedulikannya.

“Bertahanlah, jebal,” kataku semakin mempererat genngamanku. Aku tak mau kehilangan dia. Andwae!!!

“Kau istirahatlah. Aku akan baik-baik saja,” katanya dengan wajah yang manis. Seandainya ia sehat-sehat saja. Aku sangat merindukan tawanya yang khas. Aku sangat merindukannya. Aku duduk di samping kasurnya, Aku menaruh kepalaku di samping tangannya dan terus membelainya hingga aku tertidur.

>>>

-London, December 16th 2010-

Saat aku terbangun aku tak melihat sosok Nathan. Aku ketakutan setengah mati. Pikiranku semakin kacau. Aku makin nggak bisa mikir. Aku langsung keluar ruangan. Dan tampak jelas raut wajah Faith, Aiden, dan Jeremy begitu cemas.

“Ada apa ini?” tanyaku sambil mendekat dan berusaha bersikap tenang. Sumpah, aku sebenarnya nggak bisa tenang.

“Aku sulit untuk mengatakan ini padamu, tapi…,” kata-kata Faith segera dipotong oleh Aiden dan itu membuatklu hampir mati.

“Nathan sudah meninggal tadi pagi. Kau terlihat sangat lelah, jadi bisa kutebak kau nggak denger apapun,” kata Aiden. Tubuhku seketika langsung lemas.

“S-sekarang dia dimana?” tanyaku dengan airmata yang menetes di pipi. Aku langsung menenggelamkan wajahku ke dalam telapak tanganku.

“Ia ada di dalam,” jawab Jeremy sambil menunjuk sebuah kamar. Aku masuk ke dalam dan memang kudapati Nathan yang sudah tak bernyawa lagi. Aku langsung memeluk Nathan.

“Ya!!!! OPPA MIANHAE!!!! JANGAN TINGGALKAN AKU SENDIRIAN DI SINI!!!!!!!” jeritku histeris. Namun semua itu sia-sia saja karena aku tahu ia takkan bangun lagi.

“Tenanglah nona, kau harus bisa terima kenyataan,” kata seorang suster sambil berusaha menenangkanku. Aku terus menangis dan aku nggak bisa berkata apapun. Yang bisa kulakukan hanya menangis. Menangis. Dan terus menangis.

>>>

Gundukan tanah basah yang ada di depanku benar-benar membuatku sesak. Dua kali aku menghadiri sebuah upacara yang tak ingin aku hadiri. Dua kali aku menginjakan kaki di tempat yang sama. Dua kali aku menangis. Dua kali juga aku kehilangan orang yang kusayangi. Dan dua kali juga mereka pergi karena kebodohanku.

“Nathan-a, mianhae,” kataku sambil mengelus nisannya setelah semua orang pergi. Hujan turun dengan derasnya. Aku tak peduli dengan tubuhku yang menggigil. Kalau boleh, aku ingin nyawaku diambil sekarang juga.

“Nathan-a, kau adalah harapanku. Tapi ternyata kau juga pergi karena kebodohanku. Mianhae Nathan-a…,” kataku. Aku tak mampu berkata-kata lagi. Aku terus memainkan kalungku. Dan menangis.

“Hyunsunnie-a, kajja. Kau harus pulang,” sebuah suara berat menghampiriku dan memelukku dari belakang. Jeremy Kim. Yap, ia sebenarnya adalah kakak sepupu Nathan.

“Andwae. Aku mau disini saja,” kataku bersikeras. Ia menggelengkan kepala dan menarikku pulang.

Aku terus melamun saat aku pulang. Aku menolak diajak pulang Jeremy. Pikiranku kalut. Aku sangat menyesal mencintai Nathan. Karena aku mencintainya dan karena ia juga mencintaiku, akhirnya ia harus pergi. Samar-samar kulihat sebuah bayangan yang semakin jelas mendekat padaku. Aku kaget setengah mati.

Love oh baby my girl
Geudaen naui juhnbu nunbushige areumdawoon
Naui shinbu shini jushin suhnmul
Haengbokhangayo geudaeui ggaman nunesuh nunmuri heureujyo
Ggaman muhri pappuri dwel ddaeggajido
Naui sarang naui geudae saranghal guhseul na maengsehalgeyo
Geudaereul saranghandaneun mal pyuhngsaeng maeil haejugo shipuh
Would you marry me? Nuhl saranghago akkimyuh saragago shipuh


“Oppa,” kataku sambil menangis. Bayangan itu, Nathan! Dan aku tahu ia hanya ilusiku. Aku mencooba menyentuhnya. Namun ia memang sangat nyata. Ia tersenyum manis.

“Would you marry me, Hyunsun-a?” tanyanya. Aku mengangguk dalam semua kesedihanku. Aku mencba tersenyum.

“Ne oppa.”

“Jika sudah waktunya, kita akan langsungkan pestanya,” katanya lalu ia pergi menghilang begitu saja. Aku menatap langit yang masih menurunkan air matanya.

“KYAAAA!!!! OPPA!!!!!!!!!!” teriakku frustasi dan aku jatuh di jalan. Aku merasa sangat pusing, dan aku memejamkan mataku.

>>>

“Umma, aku hanya ingin Nathan,” kataku setelah aku siuman. Aku mendapati diriku berada di kamar apartemenku.

“Kau ini, ikhlaskan ia Sunnie-a,” kata umma. Aku hanya bisa mengharapkan keajaiban datang. Keajaiban yang bisa menyatukanku dengannya jika memang sudah saatnya nanti. Aku memejamkan mataku dan mencoba menghilangkan bayangnya. Nihil. Ia akan tetap bersamaku, meski hanya bayangnya saja. Meski hanya dalam semua mimpiku. Tapi aku yakin, aku pasti akan bersamanya. Abadi, di alam sana.

+++++++++++++++++++++++++++++THE END++++++++++++++++++++++++

Mian ya kalau ceritanya gejhe. Hehehe. Jangan lupa RCL, gomawoyo… ^^

0 komentar:

Posting Komentar

 

The Note of Complicated Girl Copyright © 2010 Design by Ipietoon Blogger Template Graphic from Enakei