Title : At Least I Still Have You
Part : 1/end
Genre: Romance
Author: Me
Cast :
~ Kim Ryeowook SuJu
~ Kim Hyunsun a.k.a me
++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++
Hujan rintik-rintik turun sore ini. Aku yang masih ada di kampus terus menekan tuts piano dengan lembut. Aku tak mempedulikan hujan yang semakin lama semakin deras dan ruangan kampusku yang makin gelap. Aku terus menekan, menekan, menekan, dan menekan tuts piano itu perlahan. Hatiku menjerit saat aku memainkan lagu berjudul “At Least, I Still Have You”. Lagu itu, mengingatkanku pada seseorang. Seseorang, yang sangat mempengaruhi hidupku, yang setia menemaniku. Meski aku tak ingat siapa dia.
For you I am willing
I have to watch you even if I can't move
Until I feel that your hairline
Have hints of snow white color
Until my eyesight becomes blurry
Until I cannot breath
Let us never part
If I can give up the whole world
At least there is still you for me to treasure
And you are here
That is the miracle of life
Maybe I can forget the whole world
But I won't be willing to lose news about you
The mole on your palm
I always remember it is there
*aku pakai romanization-nya*
Aku menoleh. Tak ada siapapun di sini kecuali aku, namun mengapa ada suara yang menyanyikan lagu itu?
“Hei, nuguseyo??? Ada orang selain aku?” teriakku memberanikan diri. Namun tak ada suara selain pantulan suaraku sendiri. Aku malah menangis dan ada bisikan mesra di telingaku. Suranya sangat khas dan aku pikir aku pernah mengenal suara itu. Malah dekat dengan suara itu.
“Chagiya, jangan menangis, saranghae. Mianhae,” kata suara itu. Aku kembali mengamati ruangan sekitar. Sedikit demi sedikit aku mengingat sesuatu dan seseorang itu. Namja itu. Dan setelah lama aku mencoba mengingat, aku merasakan kalau tempat ini, ruang piano ini adalah tempat pertemuanku dengan namja yang aku masih belum ingat siapa dia. Aku menutup mataku. Lama sekali. Aku mencium aroma parfum yang sepertinya pernah akrab denganku. Aku membuka mataku kembali. Mataku terasa sakit.
Aku kembali memainkan piano dan aku bisa merasakan ada seseorang di sampingku. Sosok yang sangat kurindukan. Meski aku belum ingat siapa dia. Aku terus menangis hingga hujan reda.
+++
-FLASHBACK-
“Aww!!!” jeritku pelan karena menabrak seorang namja. Ia juga kaget karena menabrakku.
“Aww, mianhae! Ah,” kata namja itu mencoba menolongku merapikan buku-buku pelajaranku.
“Aish, gwaenchana, salahku juga berjalan seenaknya sendiri sambil menunduk,” kataku membereskan buku-ku. Ia tersenyum.
“Ne, aku juga. Hmmm, kau mau kemana?” tanyanya. Aku melihat wajahnya. Manis, ia namja yang menarik. Aku suka melihat wajahnya. Sepertinya ia juga mahasiswa Inha University tetapi aku tak pernah bertemu dengannya. Mungkin aku beda jurusan dengannya, pikirku.
“Hello nona?” katanya lagi membuyarkan lamunanku.
“Ehm, aku mau ke ruang piano,” jawabku.
“Ah, kebetulan sekali. Aku juga mau ke sana. Mau ke sana bersama?” tawarnya ramah. Namja tampan itu mempersilahkanku berjalan di sampingnya.
“Ehm, boleh juga. Mari kita kesana,” putusku sambil berjalan. “Kau mahasiswa Inha University juga, atau hanya sekedar bermain kemari?”
“Ne, aku mahasiswa di sini. Kau sendiri? Kau mengambil jurusan apa?” jawabnya sambil memandangi ruang piano yang sudah kami masuki.
“Ne, aku juga mahasiswi universitas ini. Aku mengambil jurusan broadcasting, kamu?”
“Aku jurusan drama dan film. Ehm, kalau aku boleh tahu, ireumi mwoyeyo?” katanya sambil menyodorkan tangannya.
“Kim Hyunsun imnida. Kalau kau mau kau boleh memanggilku Sunny. Kau?” jawabku sambil membalas uluran tangannya.
“Nama yang cantik. Secantik orangnya, hehehe. Aku Kim Ryeowook, kalau di kelas aku biasa dipanggil Wookie. Mannaseo bangapsumnida.”
“Ne, aku juga. Kau bisa bermain piano?”
“Ne, tentu saja,aku sering kemari. Kau sendiri? Aku yakin kau pasti lebih jago dariku.”
“Ah, tidak juga. Hei, kau sering kemari? Aku kok nggak pernah ketemu kamu ya?”
“Karena kita tak pernah kemari bersama, mungkin? Simple saja, kau dan aku beda jurusan,” ujar namja bernama Ryeowook. Aku tersipu.
“Benar juga. Baiklah, bagaimana jika kita bermain bersama di satu piano, lalu kau bernyanyi. Sepertinya suaramu bagus,” usulku.
“Ah, aniyo. Biasa saja. Hehehe. Hmmm, kalau begitu mari kita bermain bersama, aku di sebelah kanan, kau di sebelah kiri.”
“Baiklah,” kataku setuju dan ia mulai bernyanyi.
For you I am willing
I have to watch you even if I can't move
Until I feel that your hairline
Have hints of snow white color
Until my eyesight becomes blurry
Until I cannot breath
Let us never part
If I can give up the whole world
At least there is still you for me to treasure
And you are here
That is the miracle of life
Maybe I can forget the whole world
But I won't be willing to lose news about you
The mole on your palm
I always remember it is there
Aku benar-benar menikmati permainan piano ini dan tentu saja terbius suara indahnya. Aku hampir saja meleleh mendengar suaranya. Seusai permainan, aku menatap matanya, dan tanpa kusadari ia menatap mataku juga. Ia tersenyum.
“Bella ochi,” katanya. Aku tahu maksudnya, yaitu mata yang cantik. Aku tersipu.
“Hmm, kamsahamnida,” kataku.
“Jika kau ada waktu lagi, maukah kau bertemu denganku lagi? Bermain piano bersamaku?” tanyanya penuh harap. Entah mengapa jantungku berdebum keras.
“Ne, wae aniyo?”
+++
-Seoul, March 13th 2008-
Sudah setahun setengah ini aku mengenal Ryeowook, dan sudah sepuluh bulan kami resmi menjadi sepasang kekasih. Aku sangat bahagia mengenal Ryeowook karena ia namja yang sangat baik terhadapku, bertanggung jawab, dewasa, meski polos dan wajahnya sangat innocent. Ia juga lucu.
“Chagiya, Sabtu malam ini kau ada acara tidak?” tanyanya.
“Aniyo. Wae? Kau mau mengajakku berkencan?” jawabku setengah menggoda.
“Ne, aku mau mengajakmu ke sebuah tempat,” katanya. Aku mengangguk.
“Baiklah, kerumahku nanti ya, jemput aku pukul 19.00.”
“Ne, siap tak siap, aku menjemputmu,” katanya mencubit pipiku. Aku tertawa.
“Kau ini suka sekali mencubit pipiku,” kataku pura-pura kesal. Ia mengacak-acak rambutku.
“Mian chagiya. Begitu saja ngambek.”
“Kekeke, kena tipu kau,” kataku sambil mencubit hidungnya lalu kabur seperti anak kecil. Ia menggeleng-geleng kepalanya, kemudian mengejarku dan menangkapku. Kami berdua tertawa.
+++
“Wow! A beautiful place!” seruku saat aku membuka mata. Yap, ia mengajakku ke danau yang begitu gemerlap karena lampu yang banyak. Kami mengelilingi danau indah itu dengan perahu besar. Di perahu itu ada sebuah grand piano yang sudah sangat lama ingin kumainkan. Dan kali ini mimpiku jadi kenyataan.
“Kau menyukainya? Hmm, mainkanlah piano-nya bersamaku. Tapi kau harus menyanyi juga,” kata Ryeowook sambil merangkulku menuju grand piano itu. Kami berdua bernyanyi dan bermain piano sampai puas. Aku senang sekali karena sejak aku menjadi yeojachingu-nya Ryeowook, aku makin ahli memainkan tuts piano itu.
“Gomawo Wookie chagiya, aku suka tempat ini, aku suka memainkan piano ini. Darimana kau tahu kalau aku sudah lama ingin bermain grand piano?” kataku.
“Tentu saja aku tahu, kau ingat saat kita pergi ke sebuah toko music untuk membeli senar baru untuk gitar Yesung hyung? Aku bisa melihat, kau sangat menyukai piano itu, dan aku yakin kau pasti ingin memainkannya. Hmm, aku suka jika melihat kau memainkan grand piano itu. Kau terlihat anggun dan sangat cantik,” jawabnya sambil membelai rambutku lembut. Aku kaget dan menatap matanya. Matanya tak berbohong dan penuh cinta. Ia selalu tahu apa yang kuinginkan.
“Ne, tentu saja. Aku ingat sekali,” kataku. Ia menarik daguku pelan dan mendekati wajahku.
“Sunny, si Bella ochi,” katanya membuatku panas-dingin. Ia tahu aku panas- dingin makanya ia tersenyum.
“Dan kau, Wookie si angel voice,” kataku sambil tersenyum juga. Ia mencium bibirku. Lama dan manis. Jantungku serasa mau copot.
“Chagiya, would you marry me?” tanyanya kemudian sambil menyodorkan dua buah cincin kepadaku. Aku sangat kaget, namun sangat senang.
“Ne, tentu saja,” jawabku. Ia melingkarkan cincin emas dengan permata berwarna biru safir itu ke jariku. Tampak jelas ada ukiran nama “RyeoSun”. Aku sangat menyukainya.
“Gomawo kau mau menerima lamaranku. Saranghae. Yeowonhi,” kata Ryeowook memelukku. Aku sangat senang, namun entah mengapa feeling-ku kurang menyenangkan.
+++
“Sunny, apa kau merasa senang hari ini?” tanya Ryeowook sambil menoleh kepadaku sebentar.
“Tentu saja. Aku berharap ini semua akan jadi kenyataan selamanya,” jawabku. Ia tersenyum dan mengendarai mobilnya dengan cepat.
“Bukankah memang sudah jadi kenyataan?” kata Ryeowook sambil tertawa dan membelai rambutku yang panjang sepunggung. Aku hanya tersipu.
“Ya, maksudku menjadi kenyataan itu adalah bisa menikah denganmu secepatnya. Appa dan umma-ku kan belum tahu,” elakku.
“Aniyo, mereka sudah tahu kok.”
“Lho???”
“Ne, aku sudah meminta persetujuan orang tuamu saat ada parents meeting di kampus. Aku bertemu dengan mereka dan meminta persetujuan untuk melamarmu. Mereka setuju kalau aku jadi malaikatmu,” katanya membuatku tertawa.
“Hufht, kau ini narsis sekali.”
“Tapi cinta sama aku kan? Hehehe”
“Tentu saja, aku tak bisa kalau harus meninggalkanmu,” kataku dengan pipi memerah dan menggembung.
“Aku pun juga begitu. You’re mine. Yeowonhi, I still have you. I still love you,” katanya. Matanya memancarkan kebahagiaan. Ia mencubit pipiku sembari konsentrasi menyetir.
Saat mobil hitam ini melaju kencang, tiba-tiba saja saat di tikungan ada truk pembawa beton lewat dengan kecepatan tinggi. Aku rasa supirnya mengantuk sehingga menabrak mobil yang kami tumpangi. Aku kaget dan segera teriak.
“Wookie-a!!! Wihomhae!!! Aaaaarrrrgggghhhhhh!!!!!!!!!!!!!!” teriakku sebisanya. Ryeowook berusaha menghindari, sayangnya truk menabrak lebih cepat. Mobil kami terpental sejauh 1 km dan kami terguling keluar dari mobil. Tubuh Ryeowook tertimpa sebuah beton yang agak besar dan aku menabrak pohon. Darah mengalir deras dari tubuh Ryeowook. Jarakku dan dia tak terlalu jauh, hanya setengah meter. Kepalaku sangat sakit dan pusing. Darah mengalir deras dari keningku. Samar-samar aku lihat tangan Ryeowook bergerak dan ia melihatku.
“S-sun-sunny, k-ka-kau ba-ba-ik ba-ba-ik s-sa-ja???” tanyanya. Ia menatap cincinnya dan berusaha mendekapnya.
“N-ne, jal jin-na-e-pi-pi-id-da,” jawabku terbata. “K-kau t-ter-lu-k-ka pp-pa-rah,” kataku.
“A-ni-y-yo. Jj-jal ji-na-e-pp-pi-id-da. Sun-ny… ss-sa-rang-hae… Yy-yeo-won-nhi… Agh,” jawabnya lalu pingsan sambil mendekap cincinnya dan berhasil menggenggam tanganku yang lemas.
“Ss-sa-rang-hae-yy-yo… Yy-yeo-won-nhi.. Awwh,” kataku dan semua gelap. Hanya ada suara gaduh yang sedetik kemudian hilang.
+++
Dua minggu setelah kecelakaan itu, aku baru sadarkan diri. Aku kaget dengan cincin yang kupakai. Aku tak ingat siapa yang memberiku cincin itu. Aku hanya ingat aku pulang dari berkencan dengan namja yang wajahnya samar-samar aku ingat dan aku kecelakaan. Itupun aku tak tahu persis.
“Kau sudah sadar Hyunsun-a?” tanya seorang wanita paruh baya masuk ke kamarku.
“Nuguseyo?”
“Hyunsun-a, kau tak mengenali umma?” tanyanya histeris. Aku menggeleng. “Kau juga tak mengenal kekasihmu yang kecelakaan bersamamu? Ia meninggal,” tanyanya lagi. Kali ini air mata menghiasi wajahnya. Aku menggeleng lagi.
“Aku hanya ingat aku pergi bersama seorang namja dan kami kecelakaan,” jawabku pendek. Dan menurut dokter, aku amnesia.
+++
-FLASHBACK END-
+++
Aku melamun di bangku dekat gerbang kampus. Hujan sudah reda. Aku masih berusaha mengingat namjachingu-ku. Aku tak peduli gerimis mengguyur tubuhku. Yang kuinginkan hanya dia. Hanya ingin bisa mengingat dia lagi.
“Permisi nona, bolehkah saya mengamen sebentar? Saya ingin menyanyikan sebuah lagu untuk nona. Semoga nona terhibur,” seorang pengamen namja bertopi seusia-ku mengamen di depanku. Aku memperhatikan wajah pengamen itu. Aku rasa aku kenal dekat dengannya, meski wajahnya tertutup topi lusuhnya.
For you I am willing
I have to watch you even if I can't move
Until I feel that your hairline
Have hints of snow white color
Until my eyesight becomes blurry
Until I cannot breath
Let us never part
If I can give up the whole world
At least there is still you for me to treasure
And you are here
That is the miracle of life
Maybe I can forget the whole world
But I won't be willing to lose news about you
The mole on your palm
I always remember it is there
Aku tertegun. Pengamen ini ternyata tahu kalau aku suka lagu ini dan otakku sedang mengingat lagu ini. Aku tak menyangka ia mengetahuinya.
“Nona menyukai lagu ini?” tanya pengamen itu. Aku mengangguk. Air mataku tumpah. “Dan apakah nona mengenal Kim Ryeowook?” tanyanya lagi. Aku mencoba mengingatnya.
“Aku amnesia. Aku bahkan tak ingat apapun. Yang kuingat aku pernah berkencan dengan seorang namja dan aku kecelakaan,” jawabku lagi. Aku tetap menangis.
“Aku berharap meski kau tak ingat aku, aku selalu di hatimu nona,” kata pengamen itu lalu membuka topi-nya. Aku terkejut. Wajah itu, aku merasa sanat dekat dan mengenalinya. Jangan-jangan…
“Apa kau Kim Ryeowook?” tanyaku. Ia mengangguk. Aku menangis lagi dan menutup wajahku. Aku mulai bisa mengingat semuanya. Lamaran itu, kecelakaan itu, dan yang terpenting Kim Ryeowook, namjachingu-ku yang terluka parah. Aku mulai mengingat semua dari awal. Awal perkenalanku juga baru bisa kuingat. “Apa kau, namjachingu-ku?” tanyaku tak percaya.
“Ne chagiya. Mianhae aku meninggalkanmu sendirian di dunia ini. Aku berjanji akan menemanimu di sana. Jika sudah saatnya kau pasti akan bersatu denganku. Saranghae,” katanya lalu pergi begitu saja dan saat aku membuka wajahku, ia hilang. Aku menjerit histeris dan berlari pulang. Hujan turun lagi dengan derasnya dan aku tak peduli. Saat di jalan, kakiku tersandung spion hitam yang pecah. Jalan di sekitar sini pun rusak seperti ada kecelakaan. Aku memandangi jalanan ini dan spion hitam yang menyandung kakiku. Aku mulai bisa mengingat, dan di sinilah aku dan Ryeowook mengalami kecelakaan hebat di malam lamaran itu. Aku memandangi cincinku dan air mataku terus mengalir seperti hujan yang makin lama makin deras mengguyur tubuhku. Aku tak peduli, yang kupikirkan hanya ingin ke makam Ryeowook meski aku tak tahu makamnya di mana. Aku tahu ia sudah meninggal dan aku yakin pengamen tadi adalah malaikat yang ditugaskan untuk menyembuhkanku dari amnesia itu. Lalu aku mengambil spion itu dan di spion itu memantul diriku yang menangis dan di belakangku ada Ryeowook! Ia tersenyum dan mencium pipiku. Hatiku makin perih. Kuletakkan spion mobil itu dan aku menyebrang jalan dengan seenaknya. Tiba-tiba mobil hitam menyerangku. Aku merasakan suara Yesung oppa ada di sini. Aku mendekap cincin pemberian Ryeowook dan semua gelap.
+++
~Author’s POV~
-Seoul, March 13th 2010-
“Yesung-sshi, aku tak menyangka Hyunsun juga menyusul dongsaengmu dengan cepat,” kata Jaejoong, oppa-nya Hyunsun. Ia juga sangat sedih namun ia harus menerima kenyataan.
“Ne, kau benar. Mereka pasti bersatu di sana,” kata Yesung, hyung-nya Ryeowook. “Mianhae karena aku yang menabrak dongsaengmu. Aku terburu-buru untuk pergi ke makam Ryeowook,” lanjutnya.
“Gwaenchana, arraso. Aku tak mengira, tanggal kematian mereka sama. 13 Maret, hanya beda tahun,” kata Jaejoong menatap langit biru di atasnya.
“Ne, Ryeowook tahun 2008, Hyunsun 2009. Sudah setahun kepergian Hyunsun dan dua tahun kepergian Ryeowook. Namun aku masih merasakan mereka hidup,” kata Yesung. Ia lalu menatap langit biru yang cerah.
“Baiklah, mari kita pulang. Aku harap mereka bahagia di sana,” ajak Jaejoong meninggalkan makam Hyunsun dan Ryeowook yang bersebelahan. Saat Jaejoong dan Yesung menatap langit biru mereka yakin, dua orang dongsaengnya pasti berbahagia di sana. Karena mereka menemukan cinta di langit sana.
++++++++++++++++++++++THE END+++++++++++++++++++++++
Mian ya chingu kalau ceritanya gejhe berat, agak nggak nyambung sama judulnya. Hehehehe, ya sudahlah, happy reading dan jangan lupa RCL lho…*maksa*. Sekian gamsahamnida… :D
Rabu, 18 Mei 2011
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar